Tulisan kedua

Selasa, 21 Januari 2014


Rabu, 8 Januari 2014, Sekretariat DETaK, Pukul 04:32 WIB
Pagi ini aku tidak sadar telah melalui selasa malam tanpa merasakan kantuk. Mungkin efek dari segelas kopi hangat serta satu buah movie man of steel yang menemaniku. Sekarang aku lapar. Perutku seakan berputar. Kuputuskan mengambil dua bungkus mie instan pemberian temanku, sopian. Jangan berpikir aku rakus –walau itu sedikit benar. Satu bungkus lagi kuberikan untuk ridho, masridho rambey. Tidak enak rasanya jika aku hanya makan sendirian. Punyaku sedang kurebus. Sedangkan punya dia langsung di lahapnya dalam keadaan mentah. Ditemani suara Tv yang menyerukan suara penonton bola berkali-kali, aku menulis tulisan ini.
Bicara soal makanan. Tadi siang. Sorry, maksudku kemarin siang, di sebuah pesta aku berpikir sesuatu. Yakni merasakan diriku itu pemakan segalanya? Benarkah itu? Tidak kurasa. aku hanya merasa tidak ingin membuang makanan. Dulunya, sewaktu ayahku masih memiliki penghasilan yang berkecukupan. Aku suka sekali membuang makanan. Lalu kapan hari ayahku bangkrut. Pada saat itulah aku mulai menghargai makanan. Dulunya, makanan yang sering aku buang-buang menjadi makanan yang jarang bisa aku makan karena mahal. Maka dari itu, aku tidak pernah menyisakan makan di piringku. Jika tidak suka, maka aku tidak akan memakannya dari awal. Untuk kali ini, sekain dulu, aku mengantuk. Rasanya setelah makan nanti aku ingin langsung bergelut dengan dunia mimpi. Gut nite.

Tulisan kesekian

Senin, 20 Januari 2014, Sekretariat DETaK.
Malam ini aku merasakan sesuatu yang salah sedang terjadi. Tapi aku tidak bisa mengatakannya. Karena itu juga merupakan tindakan yang salah. Akhirnya aku putuskan untuk menulisnya menjadi suatu tulisan --setidaknya dapat sedikit mengangkat beban pikiran.

Aku bingung. Terlalu bingung dengan tindakan apa yang harus aku ambil. Berdiam diri? atau mengikuti saja. Yang jelas ini merupakan masalah. Masalah untuk semua orang. Termasuk aku di dalamnya. Masalah ini persis seperti alasan konyol seorang bocah yang ingin instan dikatakan gaul dan keren. Maka dia mulai mengikuti dan meniru lainnya --menggunakan smarthphone, sosial media, bahkan menghabiskan uang untuk hal tidak berguna. Padahal nyatanya, di dalam bocah tersebut terdapat sesuatu yang bisa dikembangkan menjadi lebih baik dari pada itu. bahkan lebih dan lebih dari yang dia inginkan. tapi kepercayaan dirinya telah dikotori oleh ego ingin meniru dan mengikuti. kurang lebih menurut hematku, begitu kiranya masalah yang sedang terjadi padaku dan mereka sekarang. Atau mungkin sekali, aku yang terlalu mendramalisir keadaan. karena aku mencurigai seseorang yang kurasa dia dalangnya.

Aku bertanya kepada Daniel. dia menyuruhku untuk tetap teguh dengan diriku sendiri. dia hanya mengijinkan aku untuk mempelajari, tidak untuk meniru dan mengikuti. Dia percaya, dalam diriku terdapat sesuatu yang bisa dikembangkan.

Aku juga menumpahkan hal ini kepada kakak seniorku tadi. dia bingung mendengar celotehanku. Akhirnya dia hanya dapat memberiku saran untuk berdoa pada-Nya. mencurahkan masalah ini kepada Allah. Lalu memohon semoga mereka baik-baik saja dan tetap bisa selalu bersamaku. Aamiin.

Tulisan Pertama

Senin, 20 Januari 2014
Sabtu, 4 Januri 2014, Sekretariat UKM Pers DETaK, Pukul 21:26 WIB.
       Malam ini aku teringat sesuatu. Hal yang seharusnya aku tulis malah aku lupakan. Tepatnya, terlupakan. Aku yakin, sangat, suatu hal yang aku ingin tulis itu merupakan sesuatu yang lumayan kreatif. Tapi permasalahnnya, hal tersebut apa? Kuputuskan untuk menulis teriakan hatiku saja. Mungkin nanti, akan menyeruak dengan sendirinya. —
Hah, gagal. Sampai kalimat ini. Aku belum bisa mengingat apa yang ingin aku tulis. Oh, otak!. Tolong lah, bekerja sama sedikit. Kembalikan memori itu. Tanganku sangat gatal ingin menari-menari di atas tuts tuk menuliskan sesuatu yang menakjubkan tersebut –setidaknya itu yang hatiku katakan. Atau sebenarnya ini tidak ada hubungannya dengan otakku. Maksudku, kemampuan menulisku lenyap? Itu tidak mungkin. Menulis bukan kemampuan. Melainkan bakat. Tidak salah lagi. Akan tetapi… tunggu dulu, hei ryan, bukankah bakat bisa menumpul? Yah, mungkin saja. Hmm.. sebenarnya bukan mungkin, tapi ya! Ya, benar sekali. Hanya saja sekarang aku tidak ingin mengakuinya. Aku tau, kelemahanku semakin meraja rela –tanpa laptop aku tidak bisa menulis. Seperti yang kau ketahui dari otak, hati. Laptopku beberapa bulan yang lalu baru saja rusak. Atau lebih bisa dikatakan, tidak layak pakai lagi. Dan bukan berarti hal tersebut dapat membuatku ‘tuk mengakui bakatku mulai payah. Aku juga punya kelebihan! Pada saat mataku terpejam seraya meng-lokacipta-kan rasa sepi hingga membuatku tenang, tanganku dengan lincah dapat menulis satu tulisan. Dan itu tanpa laptop.—
Kau tau, Tuanku ryan? Untuk kedua kalinya, dalam pembicaraan malam kita ini, kau menyangkal kembali. Ayolah, aku tau dari mata dan telinga. Tempat itu sekarang sepi. Hanya kau sendiri disana. Apa suara detik jam mengganggumu? Atau mungkin sekali, ributnya kipas CPU komputer mengusikmu ‘tuk mendapatkan ketenangan? Lakukan sekarang! Pejamkan matamu.. tulislah sesuatu, buktikkan bakatmu masih ada.—
Sudah! Aku sudah melakukannya, otak baru saja menyadarkanku. Sedari tadi aku melakukannya. Lihat lah, aku bisa menuangkan apa yang aku pikirkan menjadi deteran anak-anak kalimat. Tidak semua orang bisa melakukannya. Karena ini adalah bakat. Dan aku berada di tempat yang tepat. Ruangan ini! Mungkin nanti, aku yakin suatu hal yang terlupakan itu adalah sesuatu yang hebat dariku untuknya. DETaK.
Copyright @ 2013 Celoteh Ryan. Designed by Templateism | MyBloggerLab

About Celoteh Ryan

Belum diisi